Senin, 17 April 2017

23:29






Yaitu aku yang duduk di atas sana : batu-batu langit berpendar kehijauan
Cahaya mengetuk pelan rimba-rimba langit, seumpama senja datang menukik tajam
Di ufuk barat, kau muncul dengan menggenggam malam lantas membuka tirai bhayanaka kita
Sudahkah kita sepenuhnya terjaga?
Lalu porak-poranda apa yang ada di batas bumi
Seperti daun,
melayang bebas sebab getar angin bercumbu dengan rapuhnya ranting
Dan kita tak pernah tahu persimpangan mana yang tlah Tuhan beri tanda : akhir hidup atau awal baru.

Minggu, 12 Maret 2017

Tentang Waktu







Sedikit saja, aku minta hanya sedikit, Tuan. Andai keajaiban bisa berbisik di telingamu, pastikan kau dapat menangkap apa yang selama ini pelan-pelan sedemikian rupa ku kunci di lidahku yang kelu. Genap sudah ku hitung lembaran-lembaran tahun, bertanggal kejadian perihal dirimu setiap waktu. Apakah ini pertanda bahwa yang ku tunggu hanyalah musim gugur yang tak pernah usai? Sementara hujan tak hentinya bermain-main di hatiku. Tuan, sedikit lagi … hanya sedikit lagi hingga ku bisa berada di batas langit yang sama denganmu. Kita kan melukis merah senja dalam kanvas yang sama atau menabur kelap-kelip bintang dengan senyum malu rembulan di bibir malam. Maka izinkanlah aku meminta sedikit saja, cukup sedikit … demi rinduku yang tak bernama juga juang yang ranum di kemudian hari.

Kamis, 03 November 2016

21 September 2016



Aku enggan mengenalmu untuk kesekian kalinya. 
Lebih baik aku mencipta jarak agar ruangmu lebih terasa lebar hingga kau leluasa untuk bergerak : gerak yang jauh dari gapai yang kuusahakan selama ini. 
Setiap inci dari kita, sebuah titik temu yang lambat laun kerap mengabur. 
Kau dan aku, konstanta seragam namun variabel kian berganti. 
Tak kan melebur walau diam-diam kucoba agar Tuhan sedikit saja keliru mengulur waktu : metamorfosis dari sederet perhitunganku yang kelu. 
Tetapi kau tahu benar, adalah Tuhan yang selalu pandai merangkai kisah. 
Mengharap ia keliru, tak ubahnya kata fana yang bersemayam dalam kita sekejap lepas dan mendekat pada yang selamanya. 
Sekarang, esok, entah sampai kapan . . . menjadi lupa barangkali lebih bijaksana dibandingkan bersikeras mengingat sekat-sekat peristiwa dari titik steril kita berdiri. 
Maka diamlah, tak usah menoleh juga tak perlu berseru. 
Kau pasti tahu siapa yang keliru.

Jumat, 12 Agustus 2016

Dengan

Denganku, kau tidak perlu menebas jarak
karena tlah ku ikat kita dengan simpul rasa
yang bahkan temali kuasa tak lagi bisa menentang

Denganku, kau tidak perlu mereka-reka
karena wujudku adalah rahasia
dimana hatiku adalah kumpulan sajak yang beraksara namamu

Denganku, kau tidak perlu menebar kisah
karena perihal hidupmu tlah ku baca
bak kisah seribu satu malam tanpa perlu kau lisankan

Denganku, kau hanya perlu menjadi kamu
dan denganmu, aku belajar menjadi aku yang "aku"

Rahasiarasarahasia





Rahasia, seperti itu juga rasa

yang terpatri dalam jiwa namun enggan bersuara
Perihal kapan ia terbebas,
adakah yang tahu?

Dari waktu ke waktu
Ia bersemayam dalam nadiku : 
tersembunyi, namun hilang timbul

Acapkali ingatan mengabur, 
ia tetap tak mau luntur
Kuasaku tak lagi bisa merangkulnya

Rahasia, 
menyatu dalam waktu
senyap berbaur rindu
Adakah kau tahu?

13 Maret 2016 20:40





Aku mengintip keluar jendela kamar yang terbuka. Menatap kekosongan langit malam yang lelah. Lampu jalan memang menyala tapi ntah mengapa rasanya tetap saja kelam yang tergambar. Hari ini bintang tidak muncul, pun juga bulan. Awan gelap berarak-arak dari sore tadi. Ia menggantung di permukaan langit namun tidak menurunkan hujan atau menyampirkan angin ke bumi yang gerah. 

Di kegelapan malam, aku mencari-cari keajaiban. Siapa tahu ada seutas tali penyambung sepi antara aku, langit dan bumi. Atau semilir angin yang dapat menyampaikan isyarat dari semua gerakku selama ini. 

Aku terus saja menatap keluar jendela. Terduduk lama dengan lamunan yang tak ada sudah-sudahnya. Keajaiban, patutkah dicari? Ia seperti kebahagiaan yang tersamar. Barangkali ia hinggap di saat yang tak mampu dikhayalkan dan tak kan menetap untuk waktu yang lama. 

Dan malam ini, sepertinya aku akan terus terjaga hingga pagi : berkelana dengan imajinasi atau hanya diam membenci diri.

Sabtu, 27 Februari 2016

17 Februari 2016



Aku ingin memetik sekuntum rindu dari tamanmu
Membawanya ke dalam ranahku
Dan menyemainya serupa dandelion yang diterbangkan angin sore itu

Aku ingin mengecup temu dengan sosokmu yang berlagu
Menguntai partitur itu hingga simfoniku sanggup menyanjung namamu

Aku ingin tertarik dalam medan gravitasimu
Mengulas angkasa berdebu menjadi dunia bak nirwana sang pandita ratu

Kau hujanku, juga teduhku
Adakah nanti langit akan menuntun kita menjadi satu?
Adakah nanti bumi kan membawa kita dalam teritorial yang padu?

Dan malam ini doaku membungkus ragu,
menyusup pelan di kalbu,
merangkai sederet temu dalam keliaran imajiku
Lantas, bolehkah aku memelukmu dalam tidurku, wahai pangeranku?