Aku berlayar bersama matahari. Melewati medan yang membekas di setiap
sudut hatiku. Langkah kita berbeda, seperti bianglala dengan banyak gondola :
satu, tapi tidak utuh. Kau terlihat berputar pada fajar yang memberi untaian warna
jingga kemerahan. Padahal, sebenarnya kau telah jauh, bersama Neptunus. Aku
mematung, melukiskan ceritamu di lembaran-lembaran daun yang bernama rindu.
Keabadian memang bukan milikmu, tapi hilangmu telah meninggalkan jejak di
pucuk-pucuk hatiku untuk selamanya. Menunggumu bukanlah pilihan, mencintaimu
bukanlah keputusan. Itu adalah suatu yang bahkan aksara pun tak mampu untuk
menjelaskan. Awalnya aku enggan berhenti pada medan gravitasimu, karena bagiku
duniamu hanyalah serupa bunga teratai di atas lumpur. Namun, matahari yang
membimbingku padamu. Pada realita bahwa ada asa di mata seorang adam. Kau . . .
telah menderahkan gema itu . . .dalam satu purnama. Sudahlah, enyahkan saja
pekat yang membungkus jejakmu dan tunjukkan padaku. Bukan pada rembulan, juga
bukan pada bintang. Tapi padaku, yang telah menjadikanmu sebagai karya surga di
dalam kitab hatiku.
Sittyyyyy...... Kami ko nyarii jawaban akuunn bukan nak nyarii ujaann
BalasHapusSitty tulislah novel, bagus nah tulisan kau. Hehehe
BalasHapus