Satu . . . dua . . . tiga. Begitulah aku menghitung langkahmu dari balik punggungmu yang kokoh itu. Kita menepis temu, merajut rindu dan merangkai semu. Tak ada yang lebih tabah dari kita yang ikut menyelami takdir sebuah pertemuan. Bagaimanapun juga, mencintai adalah salah satu jalan untuk mengenal tuhan. Bukankah begitu? Sama seperti ketika kita menari di bawah hujan pada bulan Desember waktu itu. Pada langit, kau berucap menantang matahari yang bersembunyi di balik mendung. Kau enyahkan kefanaan waktu untuk menguntai kita yang kau kira bisa abadi. Namun itu bukanlah sebuah masalah untukku, karena pada akhirnya aku memang akan hilang di dalam ketenanganmu : dari detik ke detik. Maka hitunglah : Satu, dua, tiga..
empat, lima, enam
BalasHapusHoit -_-
Hapuster-sentuh aing :")
BalasHapus